ApakahAnda mencari gambar tentang Puisi Tanah Air Mata? Jelajahi koleksi gambar, foto, dan wallpaper kami yang sangat luar biasa. Gambar yang baru selalu diunggah oleh anggota yang aktif setiap harinya, pilih koleksi gambar lainnya dibawah ini sesuai dengan kebutuhan untuk mulai mengunduh gambar. Inilahkarya tulisan berjudul cinta tanah air dan ulasan lain mengenai hal-hal yang masih ada kaitannya dengan karya tulisan berjudul cinta tanah air yang Anda cari. Berikut ini tersedia beberapa artikel yang menjelaskan secara lengkap tentang karya tulisan berjudul cinta tanah air . Puisitanah air mata. Airmata tanah airkami 4. Tanah airmata tanah tumpah dukaku 2. Di balik etalasemegahgedung-gedungmu 9. Sabtu 30082014 – 1704 Defri ar-Rahman. Tanah air mata merupakan judul puisi tetapi sekaligus sebagai judul kehidupan di permukaan negara ini. Di balik gembursuburtanahmu 7. Kalianpijak air mata kami Kemana pun terbang Kalian hinggap di air mata kami Kemana pun berlayar Kalian arungi air mata kami Kalian sudah terkepung Takkan bisa mengelak Takkan bisa kemana pergi Menyerahlah pada kedalaman air mata kami Sumber: Tidak Ada Nama. 2002. Majalah Sastra Horison: Edisi Khusus Puisi Internasional Indonesia Tahun XXXV no. 4 Puisiair mata. Puisi tetesan air mata. Salah satu penggalan bait dari ketiga puisi tentang air mata tersebut. " kutak sanggup lagi meneteskan air mataku di ujung kerudungmu yang basah membasahi bumi di kala wajahmu berbayang di langit biru tak kugapai, Menghela nafas lega walau terhalang gumpalan lara Karna hidup adalah perjuangan". PuisiPersahabatan - Sahabat Sejati Tak Akan Pernah Mati Arti Sahabat - Memiliki arti yang teramat penting dalam kehidupan ini. Sahabat akan selalu hadir di tiap kehidupan kita, ia dapat menghibur kita dikala kita sedih, membuat kita tertawa, setia menemani dimasa-masa suka maupun duka, dan selalu sabar dalam menyertai kehidupan kita.Sahabat gM3x. Peri Sandi Huizche - Mata Luka Sengkon Karta. Foto Peri Sandi – Bagi kamu yang tengah mencari naskah puisi Mata Luka Sengkon Karta karya dari penyair Peri Sandi Huizche, kamu berada di artikel yang tepat. Puisi karya Peri ini sempat viral beberapa waktu silam, lantaran sang penyair asal Sukabumi ini sukses membacakan puisi miliknya yang berjudul Mata Luka Sengko Karta di Teather Ketjil TIM. Penampilan Peri Sandi saat itu pun diabadikan melalui kanal youtube Fadli Zon yang dirilis pada 8 Juli 2017 lalu. Video tersebut kemudian viral, dan saat ini sudah ditonton sebanyak 6 juta kali. Berikut naskah puisinya. Mata Luka Sengkon Karta karya Peri Sandi Huizache Serupa maskumambang Pupuh mengantarkan wejangan hidup Kecapi dalam suara sunyi menyendiri Pupuh dan kecapi mambalut nyeri menyatu dalam suara genting Terluka, melukai, luka-luka menganga akibat ulah manusia Terengah-engah di dalam tabung dan selang Aku, seorang petani bojong sari Menghidupi mimpi dari padi yang ditanam sendiri Kesederhanaan panutan hidup Dapat untung dilipat dan ditabung 1974 tanah air yang kucinta Berumur 29 tahun Waktu yang muda bagi berdirinya sebuah negara Lambang garuda dasarnya Pancasila Undang-undang 45 Meraaajut banyak peristiwa Peralihan kepemimpinan yang mendesak Bung karno diganti pak harto Dengan dalih keamanan negara Pembantaian enam jendral satu perwira Enam jam dalam satu malam Mati di lubang tak berguna Tak ada dalam perang maha barata Bahkan disejarah dunia Hanya disejarah Indonesia Pemusnahan golongan kiri PKI wajib mati Pemimpin otoriter repelita Rencana pembangunan lima tahun Bisa jadi rencana pembantaian lima tahun Di tahun-tahun berikutnya Kudapati penembak misterius Tak ada salah apa lagi benar Tak ada hukum negara Pembantaian dimana-mana Dor di mulut, Dor di kepala, Diikat tali dikafani karung Penguasa punya tahta Yang tidak ada bisa diada-ada Ehhhhh…. Akulah sengkon yang sakit Berusaha mengenang setiap luka Didada, di punggung Di batuk yang berlapis tuberculosis Malam jumat 21 November 1974. Setiap malam Jum’at Yasin dilantunkan dengan hikmat Bintang-bintang berzikir dengan kedipannya Suara-suara binatang melengkingkan pujian untuk Tuhan Istriku masih mengenakan mukenah, Mengambilkan minum dari dapur Dikejahuan terdengar warga desa gaduh Yaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa. Adili saja si keluarga rombong itu aaaaaaaaaaaaaaaa Usir saja dari kampung sini Bakar saja rumahnya Di lubang bilik ada banyak obor dan petromax menyala meneriakan tegas Saudara segkon, saudara sudah dikepung Abri Kalau mau selamat menyerahlah Saudara tidak bisa kabur Angkat tangaaaaaaaaaaaaaaaan! Itulah naskah puisi Mata Luka Sengkon Karta karya Peri Sandi Huizche, semoga bermanfaat. * Pos terkaitCelana Gisel Melorot saat di Dermaga Gorontalo Viral, Netizen Langsung HebohRamalan Zodiak Hari Ini, 7 Juni 2023 tentang Percintaan Taurus Akan Ada Keajaiban CintaApalagi Ini? Swedia Gelar Kompetisi Seks, Durasi sampai 6 Jam Per HariGRATIS! Baca Novel Malam Pertama dengan Lelaki Tua10 Jenis Nasi Goreng di Indonesia, Pernah Coba yang Mana? Nomor 7 Paling UnikJemaah Haji Indonesia Wajib Tahu, Lakukan 7 Hal Ini Jika Tersesat di Tanah Suci Mekah Naskah Burhanuddin Soebely Tanah Air Mata Zian 0 Comments KOOR MAMANG Dangar-dangar kami mahiyau Dangar-dangar kami manyaru Ikam turun dikukus manyan Ikam turun dikukus dupa ANAK KECIL Ada sebuah negeri, tempat kebaikan dan kejahatan bisa dirakit jadi suatu bentuk keselarasan. Ada sebuah negeri, tempat ketidak jujuran dipelihara bersama. Sementara berjuta pengeras suara mengumandangkan pembangunan, kemakmuran dan kesejahteraan. KOOR MAMANG Dangar-dangar kami mahiyau Dangar-dangar kami manyaru Ikam turun dikukus manyan Ikam turun dikukus dupa PEREMPUAN I Dalam nada keluh yang kemudian meningkat menjadi teriakan serak bercampur sedu Duh, Ning Diwata[1], dari balik meja-meja berkilat, para petinggi merasa amat tahu apa yang kami perlukan. Mereka mengira kami kesepian di ceruk gunung. Mereka mengira kami terasing di tengah rimba. Maka mereka babat hutan-hutan. Mereka runtuhi gunung-gunung. Mereka bangun jalan raya. Mereka dirikan rimba beton. Lalu mereka tuntun kami ke dunia yang mereka beri nama kemajuan. Mereka tak tahu, ya, Ning Diwata, bahwa di tengah yang mereka sebut kemajuan itu kami justru merasa terasing dan merasa kesepian. ANAK KECIL Paman Lamut…Paman Lamut. Aku mendengar suara, jerit hewan terluka. Ada orang memanah rembulan. Anak burung gugur dari sarangnya[2] Sepi sejenak. Lalu perlahan masuk suara koor mendaraskan mamang/litani. KOOR MAMANG iiii…lah nang manggaduh tihang aras mula jadi nang manggaduh tihang aras mula ada iiii…lah turunan di gantang amas di gantang kaca turunan di gantang intan di gantang sari iiii…lah langit baputar langit baguncang langit bacampin tanah bagana bakumpang hati carincing gading iiii…lah baganti kulit baganti urat baganti daging basamban darah batunggang angin ANAK KECIL Kami bukanlah raja di bukit-bukit, bukan pula raja di hutan-hutan. Kami adalah anak-anak bukit, bocah-bocah hutan. Bentangan bukit berikut hutan-hutannya telah melahirkan, mengasuh, dan menghidupi kami. Gemercik air di pancur-pancur, suara-suara margasatwa, desir angin di daun-daun, gemerisik ranting-ranting, menjadi tembang kehidupan, indah berpadu dengan tembang nina bobo. PEREMPUAN I Tapi siapakah mereka yang menyesap sanginduyung[3], menebarkan bau bunga cendana di petanahan purba wadah semaian asa? Siapakah mereka yang merobeki rahim ibu bumi dan mengangkuti belulang moyang kami? PEREMPUAN 2 Duh, Ning Diwata, keganasan chain saw telah menciptakan musik rak-rak-gui. Mengalun dari waktu ke waktu. Bahkan dalam tidur pun musik itu terus mengumandang, bersabung konser kecemasan. ANAK KECIL Wahai, tuan-tuan, apalagi yang tersisa? Di mana lagi kami semaikan asa? Bukit-bukit tiada, hutan-hutan tiada, huma-huma tiada, kebun-kebun tiada. Tanah-tanah rekah mengalirkan nanah, pancur-pancur jelaga, sungai-sungai berbisa. Terdengar lengking tangis bayi. Kain-kain hitam perlahan berubah menjadi ayunan. PEREMPUAN I Menyanyi guring-guring anakku guring guring diakan dalam ayunan guring-guring anakku guring matanya kalat bawa bapajam B L A C K O U T EPISODE SATU PEREMPUAN 1 Genap sudah tujuh senja aku melihat Halang Sapah[4] berkulik panjang sembari terbang memutari perkampungan dalam tujuh pusingan pulang-balik. Kulikan itu mirip ratapan. Dan bagi telingaku seakan bunyi gong, gendang dan serunai yang mengalun mengiringi upacara kematian. LAKI-LAKI Apa kau pikir itu merupakan pertanda akan datangnya bencana? PEREMPUAN 1 Entahlah, tapi hatiku terasa tak nyaman. Sudah beberapa malam ini aku sukar tidur. PEREMPUAN 2 Ke arah Balian 1 Adakah pantangan-pantangan yang dilanggar oleh warga kita? Atau pelanggaran adat dan kejahatan yang tidak kita berikan hukuman? BALIAN[5] 1 Tidak ada. LAKI-LAKI Lalu kenapa Ning Diwata seakan siap menurunkan kutuk pada kita? BALIAN 2 Pertanyaanmu itu adalah pertanyaan di hati kami juga. Entah kenapa kemauan alam sekarang sukar ditebak, bahkan hitungan pergantian musimnya pun seakan tak lagi berlaku. BALIAN 1 Kepada Damang Damang, apa pikirmu tentang semua ini? DAMANG Bagiku bencana itu sudah lama tiba. Sepertinya kita cuma tinggal menunggu waktu. PEREMPUAN 3 Maksud, Damang? DAMANG Ketika para petinggi memutuskan untuk membangun kawasan ini, mereka agaknya lupa untuk lebih dahulu mempersiapkan orang gunung seperti kita agar bisa menerima pengaruh kemajuan tanpa harus kehilangan pegangan dalam menilai. PEREMPUAN 3 Keadaan yang dikatakan Damang itu membuat rasa kebenaran, rasa kebaikan, rasa keindahan, yang di waktu lalu tersimpul erat dengan sekian pamali dan ujaran leluhur, sekarang terasa melonggar. PEREMPUAN 1 Yah, orang-orang muda kita yang awam cepat sekali tergoda dengan segala yang menyilaukan. BALIAN 1 Yah, kemajuan kadang diartikan orang dengan keberlebihan semata, sementara keimanan kita, adat kita, tidak mengajarkan keberlebihan itu. Semua yang berlebih kita kembalikan kepada Ning Diwata melewati alam dan kehidupan. PEMUDA 1 Dari luar panggung Damang! MUSIK KANJAR Pemuda 1 masuk panggung PEMUDA 1 Damang, kami ingin tahu jawabanmu tentang persoalan yang kami sampaikan kemarin. DAMANG Jawabanku masih tetap seperti semula. PEMUDA 1 Jadi Damang tetap tak memberi ijin pada kami untuk berangkat ke balik gunung itu? DAMANG Ya, itu bukan penyelesaian yang terbaik. PEMUDA 1 Rupanya Damang tak lagi berpikir tentang keselamatan perkampungan dan kehidupan puak Tingang ini. DAMANG Justru keselamatan dan kesejahteraan kitalah yang terus kupikirkan. PEMUDA 1 Lalu, kenapa Damang tak memberi ijin pada kami untuk menghentikan tindakan orang-orang di balik gunung itu? DAMANG Tindakan mereka memang harus dicermati, tetapi bukan dengan cara menindas ancaman lewat kekerasan, apalagi melalui bentrokan. PEMUDA 1 Kita bertindak karena kita telah dipaksa oleh keadaan. Kita telah turuti anjuran para petinggi agar tak lagi bercocok tanam dengan menggunakan ladang berpindah demi lestarinya alam dan lingkungan kita. Tapi para petinggi itu justru tak mengambil tindakan apa-apa ketika orang-orang di balik gunung sana terus menggunduli hutan-hutan tanpa berusaha menanaminya kembali! DAMANG Aku tengah memikirkan… PEMUDA 1 Memotong cepat Berpikir? Berpikir apalagi? Berpikir dan terus berpikir sementara lingkunga kita kian hari kian terancam. Setiap saat kawasan pegunungan ini digerogoti. Orang di balik gunung itu juga membabat hutan-hutan dengan semena-mena, membabi buta. Hutan-hutan yang kita keramatkan juga mereka babat. Akibatnya para pujut para sangiyang di hutan itu marah sehingga banyak warga puak kita sakit atau meninggal. BALIAN 1 Mau kalian sebenarnya bagaimana? PEMUDA 1 Kami hendak memberikan teguran kepada orang-orang itu. Kalau mereka tidak juga memperhatikan maka kami akan memberikan teguran dengan runcingnya tombak, tajamnya mandau, atau melesatnya damak sumpitan. Tapi Damang tak mengijinkan! BALIAN 1 Damang benar. Negeri ini punya hukum. PEMUDA 1 Apa orang-orang yang ada di balik gunung sana peduli dengan hukum? BALIAN 1 Tak seorang pun yang kebal terhadap hukum. PEMUDA 1 Hukum kadang juga diperdagangkan orang! BALIAN 1 Terkutuklah orang yang memperdagangkan hukum itu! PEMUDA 1 Kutuklah mereka! Sumpahi mereka! Seribu kutuk, sejuta sumpah takkan membuat mereka jera! DAMANG Diam! Orang-orang puak Tingang adalah orang yang berguru kepada alam. Adat kita mengutamakan kejujuran, keberanian, kegagahan dan kebijaksanaan. Keberanian tanpa kejujuran hanyalah melahirkan manusia-manusia angkara. Kegagahan tanpa kebijaksanaan cuma membentuk insan-insan buas. Dan kita bukan manusia angkara, bukan pula insan-insan buas. Semua itu harus kalian tanamkan dalam-dalam di lubuk hati, di segenap padang pikir dan rasa, sebab tanpa hal-hal semacam itu maka kalian bukanlah seorang puak Tingang! Melihat sikap dan mendengar tutur Damang yang penuh perbawa, para pemuda mulai melunak. PEMUDA 1 Lalu, apa yang harus kita lakukan? DAMANG Lusa aku akan ke kota, menyampaikan keluhan kita pada para petinggi. PEMUDA 1 Apa? Bicara? Aahh…suara orang udik, suara orang awam, suara dari bawah, mana mungkin didengar oleh para petinggi? Mana mungkin diperhatikan? DAMANG Pasti didengarkan, pasti diperhatikan, sebab kita juga adalah bagian dari negeri ini, bagian yang wajib untuk diayomi. PEMUDA 1 Agak sinis Yaaahh…kitalah yang selalu mereka pikirkan. Terdengar tangis bayi. PEREMPUAN I Menyanyi Kur sumangat, si bintang timur si bintang timur Lakas bapajam lakasi guring PEMUDA 1 Masih dalam nada sinis Dan tangisan bayi itulah salah satu hasilnya. Ketika terjadi pembangunan kawasan dan pengusahaan hutan-hutan terjadi pulalah wabah perkawinan antara gais-gadis puak Tingang dengan para pendatang. Tapi pendatang-pendatang itu kemudian minggat begitu saja. Tertinggallah istri-istri tanpa suami. Tertinggallah anak-anak tanpa ayah. Anak-anak yang tumbuh bagai pokok-pokok liar di hutan, tak tahu berasal dari buah pohon yang mana. PEMUDA 2 Dari luar panggung Damang ! MUSIK ; KANJAR pemuda 2 masuk panggung PEMUDA 2 Damang, aku barusan datang dari kota. Seorang petugas menitipkan surat ini. Menyerahkan sepucuk surat Damang menerima surat itu lalu membacanya. Sesaat kemudian wajah dan sikapnya berubah. DAMANG Membaca surat Demi kemakmuran bersama maka seluruh puak Tingang diperintahkan agar segera bersiap untuk meninggalkan perkampungan yang dihuni selama ini. BALIAN 2 Apa? Kita harus meninggalkan tanah leluhur ini? Meninggalkan kawasan yang telah menghidupi kita lebih dari tujuh keturunan ini? DAMANG Tak peduli pada ucapan Balian 2, terus membaca surat Berdasar foto udara, kawasan puak Tingang termasuk tanah milik negara. Kawasan puak Tingang akan dialih fungsikan. Di situ akan dijadikan areal pertambangan batu bara. Sebagian lagi akan dijadikan areal perkebunan kelapa sawit, dan sebagian lagi untuk objek wisata. Proyek alih fungsi itu nilai ekonomisnya amat tinggi, amat berguna bagi kemakmuran bersama. PEREMPUAN 1 Kemakmuran? Adakah kata manis yang lebih pahit dari itu? Kata yang demikian menyihir! Kata yang begitu berkuasa, bahkan mampu menjajah mimpi-mimpi! Kata yang akan membuat sebuah perkampungan menjadi masa lalu! DAMANG Terus membaca surat Pahamilah maksud baik kami ini. PEMUDA 1 Maksud baik? Maksud baik untuk siapa? DAMANG Meledak tiba-tiba Ya, maksud baik untuk siapa? Belum cukupkah maksud baik yang mereka hempaskan pada diri kita? menindih bahu-bahu kita yang telah ringkih! Kemakmuran di satu pihak, dan pengorbanan di pihak kita, manusia-manusia yang telah dinilai sebagai sekumpulan orang yang kehilangan rasa sakit, yang ketawa-ketawa dari perahan kenyerian, yang kebal terhadap penderitaan karena bisa menikmatinya! PEREMPUAN 1 larut dalam emosi Damang Dan sekarang kita digiring lagi ke altar pengorbanan, meninggalkan leluhur-leluhur kita yang telah berkubur, meninggalkan sanginduyung-sanginduyung yang tegak di bukit-bukit, meninggalkan semua yang telah menjadi milik kita setelah kita kucurkan keringat, darah dan air mata! DAMANG Laksanakan upacara! Bentangkan jalan untuk aku masuk ke alam sangiyang! Aku hendak membaca tanda-tanda zaman! MUSIK TANDIK BALIAN Tarian upacara berlangsung. Pada gerak persembahan ke arah langgatan, musik tiba-tiba mati, yang terdengar cuma bunyi gong beragam nada yang dipukul satu-satu dan bunyi gemerincing galang hiyang para balian. Seiring dengan itu lampu padam. Dalam kegelapan terdengar para balian mendaraskan mamang/litani. KOOR BALIAN iiii…lah di langit batampa urang di tanah batampa dadi di langit bajunjung kaca di tanah baruntai anggit. PEREMPUAN 1 Dari luar panggung Apa yang kautemui? DAMANG Sarang angin! PEREMPUAN 1 Lepaskan Hakikat diri. Masuki sarang angin MUSIK TANDIK BALIAN SUARA Dari luar panggung Apa yang kau temukan? DAMANG Samudera cahaya. SUARA Seberangi. MUSIK TANDIK BALIAN SUARA Apa yang kautemukan? DAMANG Mahligai kesunyian. SUARA Apa isi mahligai kesunyian? DAMANG Angka-angka. SUARA Kenapa mahligai kesunyian penuh dengan angka-angka? DAMANG Hampir semua orang yang memasuki mahligai kesunyian senantiasa bermaksud membolak-balik angka-angka. SUARA Memotong cepat Kita tidak memerlukan angka-angka! Susupi mahligai kesunyian! Mamang menari tandik balian dengan cepat SUARA Apa warna yang kau suka ?? DAMANG Hijau !! SUARA Mengapa kau menyukai warna hijau ?? DAMANG Mengingatkanku pada alam !! SUARA Apa warna yang kau benci ?? DAMANG Merah !! SUARA Mengapa kau membenci warna merah ?? DAMANG Mengingatkanku pada darah !! Diucapkan berulang sebanyak tiga kali SUARA Apa warna yang kau suka ?? DAMANG Merah !! SUARA Mengapa kau menyukai warna merah ?? DAMANG Mengingatkanku pada alam !! SUARA Apa warna yang kau benci ?? DAMANG Hijau !! SUARA Mengapa kau membenci warna hijau ?? DAMANG Mengingatkanku pada darah !! Diucapkan berulang sebanyak tiga kali DAMANG Ooo, warna-warna senja kala! Pohon-pohon yang tercerabut bersama akar-akarnya! Pohon-pohon yang melintang dan membusuk di jalan waktu! Akankah kubiarkan perkampungan tenggelam dalam air mata, ataukah harus kukibarkan bendera perlawanan? B L A C K O U T EPISODE DUA Panggung redup. Ada anak kecil di situ. Samar kelihatan Damang, terkulai. ANAK KECIL Paman Lamut…Paman lamut. Mereka masukkan Damang itu ke dalam sel yang gelap. Tanpa lampu, tanpa lubang cahaya. Ada hawa tapi tak ada angkasa. Ooo, pengab. Dia pandangi dinding-dinding yang mengurung, lalu… DAMANG aku terpisah di balik kabut tak bertepi secarik kabar darimu akan sangat berarti di sini cuma ada bangku tidur yang dingin dan selalu saja ada penuh ratusan nyamuk seakan suara rakyatku ANAK KECIL Dia bernyanyi. Entah untuk melepas rasa sepi, entah untuk membuang rasa nyeri, entah untuk melonggarkan cekikan putus asa. Paman Lamut…Paman Lamut….di mana letaknya keadilan? Anak kecil keluar panggung B L A C K O U T DAMANG Aku terkurung dalam sel gelap. Suara tercekat hanya dapat menjerit tangis rangrang akan jiwa moyang-moyang yang teriris. Nyanyian rak-rak gui sintuk manampiring bahumbalang. Pusaka tanah air jadi tanah air mata. Sayup-sayup orang bernyanyi DAMANG Tanah air mata Tanah tumpah darahku Mata air air mata kami Air mata tanah air kami Disinilah kami berdiri Menyanyikan air mata kami Dibalik gembur subur tanahmu Kami simpan perih kami Dibalik gembur subur tanahmu Kami coba sembunyikan derita kami Kami coba simpan nestapa kami Kami coba kuburkan dukalara Tapi perih tak bisa sembunyi Ia merebak kemana-mana Hijau ku kini jadi darah Merah ku jadi luka bercucuran nanah[6] Keterangan [1] Ning Diwata = Yang Maha Kuasa dalam kepercayaan Dayak Meratus [2] Penggalan puisi Rendra. [3] Bilah-bilah bambu runcing yang ditancapkan di sekeliling kubur, dipercaya jadi penangkal makhluk jahat. [4] Halang Sapah = elang berbulu merah, dipercayai sebagai pembawa pertanda kematian. [5] Balian = dukun, penghubung dengan alam supranatura [6] Penggalan puisi Sutardji Calzoum Bachri Sumber Ilustrasi Makna Puisi Tanah Air Mata. Foto dok. Rima Kruciene Puisi Tanah Air Mata dan Analisis Pesan di DalamnyaIlustrasi Makna Puisi Tanah Air Mata. Foto dok. Brooks Leibee airmata tanah tumpah darahkumata air airmata kamiairmata tanah air kamidi sinilah kami berdirimenyanyikan airmata kamidi balik gembur subur tanahmukami simpan perih kamidi balik etalase megah gedung-gedungmukami coba sembunyikan derita kamikami coba simpan nestapakami coba kuburkan dukalaratapi perih tak bisa sembunyiia merebak kemana-manabumi memang tak sebatas pandangdan udara luas menunggunamun kalian takkan bisa menyingkirke mana pun melangkahkalian pijak airmata kamike mana pun terbangkalian kan hinggap di airmata kamike mana pun berlayarkalian arungi air mata kamikalian sudah terkepungtakkan bisa mengelaktakkan bisa kemana pergimenyerahlah pada kedalaman air mata kamiSutardji Calzoum Bachri, Horison, 199814Ilustrasi Makna Puisi Tanah Air Mata. Foto dok. Sarah Mae

naskah puisi tanah air mata